IRAN, SAINS DAN MASA DEPAN PERADABAN ISLAM

IRAN, SAINS DAN MASA DEPAN PERADABAN ISLAM

Oleh : Muhammad Muhibbuddin*

Meskipun di bawah tekanan rival politiknya, Amerika dan Israel, Iran kini justru semakin progresif dalam mengembangkan program nuklir. Sejak April 2006, Presiden Iran saat itu Ahamdinejed mengumumkan bahwa Iran sudah berhasil melakukan pengayaan uranium sebagai upaya melahirkan bahan nuklir.  Pada saat kunjungannya ke pusat nuklir Iran pada 2012, Ahamdinejad mengumumkan bahwa Iran telah mengalami kemajuan pembangunan teknologi nuklir (Kompas, 19/2/2012). Ini menandakan bahwa Iran tetap bersikukuh dengan pembangunan tenologi nuklirnya. Ancaman dan intimidasi yang datang dari Amerika Serikat dan Israel tidak membuat Iran surut untuk melanjutkan proyek nuklirnya yang telah lama berlangsung itu.

Memang tidak ringan resiko yang ditanggung oleh Iran dalam pengembangan nuklirnya tersebut. Di samping ancaman blokade dari negara-negara lain yang kontra, para ilmuwan Iran juga menjadi sasaran pembunuhan. Satu per satu para ilmuwan Iran mati terbunuh, dan bahkan sengaja dibunuh oleh musuh-musuh Iran. Sebut saja seperti Masoud Ali Mahmudi (tewas pada 12/1/2010), Manouchehr Shahryari (tewas pada 29/11/2010), Majid Shariyari (tewas pada Januari 2011) dan yang terakhir adalah Musthafa Ahmadi Roshan, pakar nuklir, yang tewas karena ledakan bom pada 12 Januari 2012 lalu. Iran kemudian menuduh Israel sebagai pihak yang berada di balik aksi pembantain para ilmuwannya itu.

Science is Power

Sebuah hal logis jika Iran begitu semangat mendesain pengembangan sains dan teknologi dalam hal nuklir. Alasannya jelas, Iran hendak menegaskan diri menjadi negeri yang benar-benar merdeka, kuat dan berdaulat. Iran tidak mau menjadi negeri yang terus- menerus didekte dan diperbudak oleh negara-negara maju. Iran hendak meneguhkan dirinya sebagai negeri yang berdaulat dan bermartabat di hadapan negeri-negeri superpower yang kerapkali menunjukkan arogansi, dominasi dan keangkuhannya di hadapan negara-negara dunia ketiga.

Faktor utama untuk bisa menjadi negeri yang kuat dan berdaulat adalah sains. Sains adalah kekuatan yang menjadi prasyarat (conditio sine quanon) bagi sebuah bangsa untuk bangkit menjadi besar, mandiri dan berdaulat. Sebuah bangsa tidak mungkin tumbuh besar dan mempunyai kedaulatan yang riil tanpa kekuatan sains. Sejarah sudah membuktikan, apa yang disebut dengan negara-negara maju (developed countries), negara adidaya atau negara-negara dunia pertama yang sekarang menguasai dunia tiada lain adalah negara-negara yang telah menguasai sains. Sebaliknya negara-negara terbelakang (underdeveloped countries), negara-negara yang menjadi obyek penjajahan atau negara-negara dunia ketiga adalah negara-negara yang umumnya tidak menguasai sains. Melihat fakta ini saja tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa sains adalah kekuatan utama menguasai dunia;  Science is power.!.

Dari sains itulah lahir  aneka macam produk teknologi yang sangat dibutuhkan oleh umat manusia untuk mengatasi berbagai macam problematika kehidupannya. Negara yang tidak menguasai sains sudah bisa dipastikan akan bergantung pada negara-negara maju, khususnya dalam hal teknologi. Hal ini yang kemudian membuat negara-negara maju terutama negara superpower semakin arogan dan sewenang-wenang terhadap negara-negara berkembang. Negara-negara maju, terutama yang ada di Barat, umumnya adalah negara-negara yang kekayaan alamnya miskin. Tetapi mengapa mereka justru tampil sebagai kekuatan dunia? Tiada lain karena penguasaannya terhadap sains sangat matang. Sebaliknya, negeri-negeri berkembang yang sumber alamnya rata-rata sungguh luar biasa kaya, justru banyak yang menjadi kekuatan subordinat dari negara-negara maju. Faktorya jelas, negera-negara berkemban masih terbelakang di bidang sains.

Jauh sebelumnya filosof era renaissance, Francis Bacon, sudah memberi warning : knowledge si power (pengetahuan adalah kekuatan). Pengetahuan di sini, seperti diinterpretasikan oleh F. Budi Hardiman (2007) adalah pengetahuan indrawi yang bersifat praksis-fungsional. Dengan pengetahuan indrawi yang mengandung nilai praksis-fungsional itu, manusia bisa mengubah dan memajukan kehidupannya. Tentu saja pengetahuan indrawi yang dimaksud adalah sains. Karena sains dalam terminologi modern adalah sistem pengetahuan empiris dan positivistik. Tesis Bacon tersebut sekarang benar-benar dibuktikan oleh bangsa-bangsa pewaris tradisi renaissance dan pencerahan di Barat. Mereka tumbuh pesat menjadi bangsa besar dan  kuat berkat penguasaannya terhadap sains.

Melalui sains pula bangsa-bangsa itu bebas menjajah dan mendominasi bangsa-bangsa lain yang basis penguasaan sainsnya lemah. Ini pula yang melahirkan sejarah kolonialisme dan imperialisme modern, sehingga sains dan teknologi, terlepas dari segala nilai positifnya, juga telah disalahgunakan (abused) untuk melancarkan proyek kolonialisme dan imperialisme. Dari kolonialisme dan imperialisme ini muncul berbagai perang besar dan tragedi pembantaian dalam sejatah umat manusia, termasuk Perang Dunia I dan II.

Padahal sebelum meletusnya Perang Dunia I (1914-1918), masyarakat dunia saat itu begitu optimis menatap masa depan seiring dengan mulai berkembangnya sains dan teknologi. Berkat renaissance dan pencerahan, masyarakat dunia saat itu, kata Will Fowler dalam esainya, Modern Weapon and Warfare (2000:186), sangat percaya bahwa perkembangan sains dan teknologi akan membuat kehidupan dunia lebih aman, lebih sehat dan lebih mudah. Perkembangan sains dan teknologi ini pula yang turut memicu lahirnya Revolusi Industri di Inggris pada abad 18 yang melahirkan perubahan besr di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan dan transprotasi. Namun impian dan harapan masyarakat dunia terhadap sains dan teknologi tersebut tidak sepenuhnya terbukti, sebab, sains dan teknologi ternyata juga disalahgunakan untuk perang dan proyek penjajahan.

Akibatnya, kehancuran dalam skala besar akibat penyalahgunaan sains dan teknologi, kata Fowler, benar-benar menjadi kenyataan. Negara-negara yang penguasaannya sains dan teknologinya masih sangat lemah, harus siap ditaklukkan, diperbudak dan dikesploitasi habis-habisan oleh negara-negara kuat yang ditopang oleh sains dan teknologi. Terlepas dari sejarah kelam penjajahan itu tetap tidak bisa dipungkiri bahwa sains dan tenologi adalah kekuatan utama bagi sebuah bangsa untuk bisa berdaulat, mandiri dan lepas dari eksploitasi negara-negara maju. Hingga detik ini apa yang disebut sebagai negara besar, kuat dan digdaya yang kekuasaannya menjangkau hampir seluruh sudut dunia adalah negara-negara yang menguasai sains dan teknologi. Kemajuan dan kekuatan sebuah negara dengan demikian tidak ditentukan oleh sumber daya alamnya yang melimpah, melainkan oleh sumber daya manusianya yang melek sains dan teknologi.

Sejarah perkembangan sains berikut implikasinya yang sangat luas itulah yang disadari oleh Iran lewat proyek nuklirnya. Iran menyadari sepenuhnya tentang pentingnya sains demi membangun kedaulatannya. Dan ini memang terbukti. Semenjak Iran menjadi negeri yang melek sains dan teknologi, ia tampil sebagai bangsa yang paling sulit dikendalikan oleh negeri-negeri manapun, termasuk Amerika Serikat. Bahkan keberadaannya kini semakin diperhitungkan oleh dunia. Ini tentu berbeda dengan kondisi Iran waktu dulu ketika masih buta sains dan teknologi.  Di masa Reza Pahlevi misalnya, Iran telah menjadi ajang bulan-bulanan negeri-negeri besar karena berbagai macam teknologi harus impor dari luar negeri. Kondisi semacam ini pula yang membuat nasionalisasi minyak di Iran menjadi sia-sia.

Pada 1951 perdana menteri Iran kala itu, Muhammad Mossadeq berhasil melakukan nasionalisasi minyak Iran. Dengan kebijakan ini, Mossadeq berhasil mengambil alih pengelolaan minyak Iran yang sebelumnya telah dikuasai Inggris dan AS. Namun Mossadeq dihadapkan pada masalah besar yakni kurangnya tenaga-tenaga profesinal di bidang sains dan teknologi di Iran. Kelangkaan para teknisi ini membuat Iran kelabakan untuk mengelola minyaknya, sebab negara-negara maju yang marah oleh kebijakan nasionalisasi tersebut tidak bersedia memberikan bantuan para teknisinya kepada Iran. Akibatnya, meskipun sudah dinasionalisasi, Iran tetap tidak mampu mengoptimalkan pengelolaan minyaknya. Hal ini jelas berbeda dengan sekarang. Melalui sains dan teknologi yang telah dikuasainya, Iran semakin mampu mengelola sendiri potensi-potensi negerinya, khususnya minyak.

Masa depan Islam

Iran adalah salah satu negeri yang penduduknya mayoritas muslim. Ini jelas kemajuan tersendiri. Sebab, ketika negeri-negeri muslim atau negeri yang penduduknya mayoritas muslim lainnya dilanda keterbalakangan, korupsi dan kebodohan– sehingga menjadi obyek perbudakan negeri-negeri maju—Iran, sebagai salah satu negeri yang mayoritas penduduknya muslim, justru menggeliat menjadi bangsa yang menampilkan kemajuan dan semakin sulit diintervensi oleh siapapun berkat penguasaannya yang luar biasa terhadap sains dan teknologi.

Lompatan besar sainstifik Iran itu, kata Husein Heriyanto dalam bukunya, Revolusi Sainstifik Iran (2013:13), tergolong unik mengingat adanya tiga faktor: (1) akselerasi perkembangan sains dan teknologi Iran melesat dengan begitu cepatnya sehingga oleh dunia, Iran dijuluki sebagai negara yang perkembangan sains-nya paling cepat; (2) lompatan besar  Iran di bidang sains dan teknologi justru dicapai oleh Iran ketika dirinya berada di bawah tekanan, deraan dan embargo ekonomi, perdagangan bahkan ancaman militer dari negara super power, Amerika Serikat, dan (3) lompatan besar revolusi sainstifik Iran itu terjadi justru berbasis pada nilai-nilai Islam secara utuh, di mana sebuah negara yang pemerintahan, hukum, sosial dan budayanya berdasarkan pada prinsip-prinsip Islam.

Capaian revolusi sainstifik Iran yang sangat membanggakan itu semakin berkembang pesat sehingga Iran kini menjadi negara Muslim di dunia yang diperhitungkan dunia. Dalam laporannya pada 2010, sebuah perusahaan analisis data di Kanada, Science-Matrix misalnya, telah menempatkan Iran di rangking teratas dalam hal pertumbuhan sainstifik dengan produktifitas ilmiah 11 kali lebih cepat dari rata-rata pertumbuhan sains dunia pada 2009. Total hasil penelitian ilmiah per tahun yang dicapai Iran sudah bisa melampaui negara-negara lain seperti Swedia, Swiss, Israel, Belgia, Denmark, Finlandia, Austria dan Norwegia. Publikasi Iran di bidang sains pun meningkat tajam. Salah satu ilmuwan Iran, Eric Archambault menyatakan bahwa publikasi Iran sangat melimpah dalam bidang sains dan teknologi nuklir, fisika partikel, dan kimia anorganik dengan kecepatan 250 kali dari pertumbuhan rata-rata dunia.

Karena pertumbuhan pesatnya di bidang sains dan teknologi itulah, sebuah komunitas ilmiah terkenal dunia, Royal Society Inggris dalam laporannya pada 2011 menyatakan bahwa Iran, China, Brazil, Turki dan India telah menjadi rival berat bagi negara-negara adidaya di bidang sains selama ini, yaitu Amerika Serikat, Eropa Barat dan Jepang.  Royal Society dalam penelitiannya pada 1993 hingga 2008 juga mengungkapkan bahwa Iran ternyata negara yang paling cepat pertumbuhannya di bidang sains dan teknologi.

Melihat perkembangan Iran yang begitu pesatnya dalam penguasaan sains dan teknologi, seorang Profesor dari Universitas Oxford sekaligus penasehat Royal Soiety, Sir Chris Liewellyn Smith, menyatakan bahwa dunia ilmiah sedang mengalami perubahan signifikan sehingga mucullah para pemain baru, karenanya sejumlah negara berkembang kini menjadi tantangan bagi negara-negara yang selama ini sangat digdaya dalam bidang sains.

Iran sebagai negara berkembang yang telah begitu cepat menguasai sains, muncul sebagai pesaing berat bagi negara-negara maju, khususnya Amerika, yang telah lama mendominasi perkembangan sains. Dari sinilah Ahmadinejad, ketika masih menjadi Presiden Iran, pernah menyatakan bahwa kemajuan pesat Iran dalam sains dan teknologi itulah yang melatarbelakangi negara-negara Barat pimpinan Amerika Serikat memusuhi Iran dengan cara menerapkan blokade ekonomi, perdagangan, politik dan finansial bahkan dengan memberikan ancaman militer. Sikap arogan dan irrasional negara-negara Barat, terutama AS, terhadap Iran ini, merupakan wujud kegusaran dan kekhawatiran mereka terhadap negeri para Mullah itu yang kini mampu mematahkan dominasi dan monopoli negara-negara besar tersebut di bidang sains dan teknologi. Atas dasar itu pula bisa dipahami bahwa negara-negara adidaya seperti AS tidak akan takut dengan kemajuan militer dan politik sebuah negara. Sebaliknya negara-negara adidaya itu akan dilanda ketakutan dan kepanikan jika ada sebuah negara berhasil menguasai sains dan teknologi secara matang. Sebuah negara boleh saja mempunyai angkatan militer yang begitu tangguh dan kokoh, juga boleh mempunyai pasokan kekayan alam yang melimpah, tetapi sepanjang tidak mampu menguasai sains dan teknologi maka selamanya akan tetap menjadi budaknya negara maju, utamanya Amerika Serikat.

Iran sebagai negara Islam (Republik Islam Iran) yang kini kemajun sains dan teknologinya tengah menggeliat, kemudian menjadi harapan bagi kemajuan Islam itu sendiri. Sejak dulu, dalam sejarahnya, Islam maju karena ditopang oleh penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan. Kemajuan Islam tidak bisa dipisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan. Selama umat Islam di dunia masih terbelakang dalam penguasaan sains dan teknologi, maka saat itu pula umat Islam akan menjadi obyek penindasan dan penjajahan oleh bangsa-bangsa lain yang sains dan teknologinya lebih maju. Sains dan teknologi adalah koentji bagi kebangkitan dan kemajuan Islam, bahkan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Memang, sains dan teknologi bukan satu-satunya ukuran bagi kemajuan sebuah negara atau bangsa. Tetapi kemajuan dan  kebesaran sebuah bangsa tidak bisa dicapai tanpa sains dan teknologi. Sains dan teknologi memang bukan satu-satunya standar bagi negara maju, tetapi standar  sekaligus prasyarat utama untuk bisa menjadi negara maju adalah sains dan teknologi. Lompatan besar Iran di pentas dunia menunjukkan betapa pentingnya umat Islam, dan negara-negara dunia ketiga, menguasai sains untuk bisa mentas dari keterpurukannya. Masa depan peradaban Islam, bahkan dunia ketiga, terletak pada sains.

*Muhammad Muhibbuddin adalah penulis lepas tinggal di krapyak, Yogyakarta.

Post Author: agama.filsafat

Filsafat Agama merupakan Kerangka Filosofis sebagai analisis membaca Agama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.