Luthfi Maulana, M.Ag
Pada mulanya Filsafat dan Agama adalah dua kata yang berbeda. Namun kemudian menjadi kesatuan yang utuh, karena keduannya memiliki maksud dan tujuan yang sama. Filsafat memiliki tujuan untuk mengajak manusia mencintai kebijaksanaan, dalam pada prosesnya, tentu membutuhkan akal dan nalar manusia. Hal ini senada dengan istilah filsafat yang berasal dari dua kata “philos” cinta dan “sophia” berarti kebijaksanaan, maka filsafat menghasilkan makna mencintai kebijaksanaan (Hakim, 2008: 14). Agama-pun juga demikian, ia merupakan sebuah pedoman yang mengajak manusia untuk mencintai kebijaksanaan, sehingga menghasilkan pola kehidupan manusia yang teratur (Tafsir, 2010: 8), baik untuk menjalankan aktivitas kepada sesama manusia maupun manusia kepada Tuhan-Nya (Nasution, 2008: 2). Dua kesamaan tujuan itulah yang membuat keduanya dapat berdampingan dan menyatu melahirkan sebuah kerangka yang baru, yakni filsafat agama.
Di sisi yang lain, filsafat adalah sebuah kerangka untuk mendalami sebuah kebenaran demi terciptanya kebijaksanaan (Poejawijatno, 2000: 69). Sedangkan Agama adalah pedoman kebenaran yang memberikan pertolongan dan petunjuk bagi manusia. Oleh sebab inilah kemudian filsafat dan agama menjalin hubungan erat menjadi sebuah satu kesatuan hingga melahirkan kerangka sistematik untuk mendalami sebuah pemahaman yang berkaitan dengan agama, kemudian melahirkan istilah filsafat agama dengan dasar hubungan kesatuan persamaan antar keduannya (Ridah, 1050: 372)
Mengenal Filsafat Agama: Kerangka Memahami Agama
Filsafat Agama merupakan khazanah keilmuwan baru dari gabungan antara filsafat dan agama yang kemudian menjadi sebuah kerangka mendalam untuk memaksimalkan akal dalam menganalisis ajaran agama, hingga mencakup kajian keseluruhan yang mendalam dan luas dalam menghubungkan sebuah analisis pemahaman agama, dari eksistensi Tuhan, sifat-sifat Tuhan, hingga hubungan manusia dengan Tuhan-Nya yang dikaji untuk mendapatkan pemahaman kodrati yang menyeluruh, sebagai usaha untuk menggali dan menjelaskan pokok ajaran agama secara umum, guna mendapatkan gambaran yang utuh tentang pemikiran dan ajaran agama secara keseluruhan (Bahtiar, 2009:2). Senada dengan hal itu, Nasution (2008: 12) berpendapat bahwa Filsafat agama merupakan berfikir tentang dasar-dasar agama secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan kebenaran ajaran agama.
Dari Filsafat Agama: Hingga Seruan Qurani
Setelah mengetahui bahwa Filsafat Agama adalah sebuah kerangka analisis untuk memahami agama secara lebih detail dan menyeluruh untuk menyatakan kebenaran agama sebenar-benarnya. Maka taukah? Jika ber-filfasat itu sendiri adalah bagian dari seruan al-Quran kepada ummat Islam untuk menggunakan filsafat sebagai kerangka memahami agama sebenar-benarnya? oleh sebab itulah perlu kita cermati bersama, bahwa ternyata al-Quran berulangkali menyeru kepada ummatnya untuk berfilsafat.
Menurut Qardhawi (1998: 19) seruan untuk bersifafat dicantumkan dalam al-Quran sebanyak 49 kali dengan menggunakan term ‘aql dan 48 kali disebutkan dalam bentuk fi’il mudhari’ melalui pernyataan ta’qilun atau ya’qilun. Pernyataan ta’qilun diulang sebanyak 24 kali, ya’qilun diulang sebanyak 22 kali, dan sisanya menggunakan pernyataan ‘aqaala, na’qilu, dan ya’qilun.
Seruan al-Quran yang berulangkali tersebut tidak lain bertujuan agar manusia dapat menggunakan kerangka filsafat dalam menggunakan akalnya untuk menemukan sebuah kebenaran dan kemajuan pemikiran. Bahkan perintah al-Quran dipertegas dengan pernyataan “Mengapa seseorang tidak mempergunakan akalnya?”. Dari pernyataan ini jelas? Bahwa al-Quran menganjurkan manusia berfilsafat dengan akalnya, untuk melahirkan perkembangan pemikiran dalam mengkaji kebenaran-kebenaran agama (Fahruddin, 1998: 78), terlebih untuk memberikan solusi pemikiran dalam menghadapi berbagai permasalahan ummat, serta melahirkan ide-ide pemikiran yang dapat melahirkan kesejahteraan bagi ummat manusia (Sadali, 1989: 13).
Oleh sebab itulah, al-Quran sebagai pedoman ummat Islam justru memberikan perintah kepada ummatnya untuk berfilsafat, baik untuk memahami agama, memahami alam, maupun kehidulan manusia secara menyeluruh, guna menemukan hakekat kebenaran itu sendiri (al-Ghazali, 1998: 18).
Sumber
Sadali dkk. (ed). Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang, 1989.
al-Ghozali, Imam. Hikmah Berfikir. Gresik: Putra Pelajar, 1998.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Fachruddin. Ensiklopedi al-Qur’an. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998.
M.A.H. Abu Ridah (ed.). Risalat al-Kindi al-Falsafiyyah, Jil.I. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1950.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2008.
Poejawijatno. Tahu Dan Pengetahuan, “Pengantar Ke Ilmu dan Filsafat”. Jakarta PT. Rineka Cipta, 2009.
Qardhawi, Yususf. Al-Quran berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan. Jakarta: Gema Insani, 1998.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010.